Muharram tiba, membuka lembaran baru dalam penanggalan Hijriah. Di Pesisir Selatan, momen ini disambut dengan semangat kolaboratif melalui gelaran Festival Muharram 1447 H yang dipusatkan di Pentas Utama Pantai Carocok Painan. Perhelatan yang resmi dibuka pada Rabu (25/6) oleh Wakil Bupati Dr. Risnaldi Ibrahim ini mengusung tema “Muharam Membingkai Identitas Kabupaten Pesisir Selatan dalam Iman dan Budaya”.
Festival ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan ruang kolektif untuk menghadirkan kembali nilai-nilai keislaman dan budaya lokal ke tengah masyarakat dalam bentuk kegiatan yang inklusif, edukatif, dan penuh kebersamaan. Suasana religius pun terasa sejak awal, saat Wakil Bupati memukul tambur sebagai penanda dimulainya rangkaian kegiatan Islami yang akan berlangsung selama tiga hari ke depan.
Dalam sambutannya, Risnaldi menegaskan pentingnya menjadikan Muharram sebagai ajang introspeksi diri, bukan hanya peringatan pergantian tahun dalam kalender Islam. Ia mengingatkan bahwa waktu yang terus berjalan seharusnya mendorong umat untuk memperkuat nilai-nilai spiritual dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna.
"Festival ini bukan sekadar perhelatan hiburan, Ini adalah ruang untuk menumbuhkan kesadaran, memperkuat keimanan dan menghidupkan nilai-nilai Islami dalam kehidupan sehari-hari," ungkapnya.
Bulan Muharam bukan sekadar pergantian tahun dalam kalender Hijriah, tetapi sebuah undangan sunyi bagi setiap jiwa untuk menengok ke dalam diri. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang kian cepat dan kadang menjauhkan kita dari esensi, Pesisir Selatan memilih untuk berhenti sejenak merayakan, merenung, dan menata ulang arah kehidupan di awal yang baru.
Mengapa Muharam Lebih dari Sekadar Kalender?
Banyak orang mengenal Muharam hanya sebagai bulan pertama dalam tahun Islam. Namun, sejarah mencatatnya sebagai awal dari persiapan hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa itu bukan sekadar perpindahan geografis, tapi sebuah transformasi sosial, spiritual, dan moral.
Hijrah hari ini tidak harus menempuh jarak, tapi menempuh kedalaman hati. Ia adalah keputusan sadar untuk meninggalkan kebiasaan lama yang mengerdilkan, menuju cara hidup yang lebih bermakna. Dalam konteks masyarakat, hijrah bisa berarti meninggalkan ketimpangan sosial, budaya konsumtif, hingga sikap apatis terhadap nilai-nilai agama.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati menyampaikan pentingnya menjadikan Muharam sebagai ruang refleksi. “Festival ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah ruang untuk memperkuat iman, membangkitkan kesadaran, dan menyatukan kembali nilai agama dengan kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Edukasi dalam Balutan Tradisi
Berbeda dari festival kebanyakan, Festival Muharam di Pesisir Selatan menempatkan pendidikan nilai sebagai denyut utama. Dari pawai Lembaga Didikan Subuh, lomba qosidah dan Asmaul Husna oleh ibu-ibu BKMT, hingga pentas seni budaya Islam oleh pelajar, semuanya dirancang untuk merangsang pemahaman, bukan hanya meriah di panggung.
Setiap kegiatan di festival ini sebenarnya adalah media pembelajaran sosial. Anak-anak belajar mencintai Al-Qur’an, remaja menemukan jati diri melalui seni Islami, dan masyarakat luas diajak kembali pada akar nilai Minangkabau ”adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”.
Kepala Kemenag Pesisir Selatan, H. Yufrizal, S.Ag, M.H.I, menyebut Muharam sebagai momentum membangun peradaban baru. “Kita ingin menghidupkan semangat hijrah secara kontekstual bukan sekadar memahami teks, tapi mempraktikkan nilai-nilainya dalam masyarakat,” ujarnya. Ia pun menyerukan gerakan Nagari mangaji, siswa mangaji, aparatur mangaji sebagai bentuk nyata dari komitmen religius yang menyentuh seluruh lini kehidupan.
Dalam benak banyak orang, pembangunan identik dengan infrastruktur. Tapi Festival Muharam memberi pelajaran “pembangunan yang mengabaikan nilai” akan hampa.
Menurut dr. Syahrial Antoni, Asisten I Sekretariat Daerah, festival ini adalah cerminan langsung dari visi besar kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati, menciptakan daerah yang maju, tumbuh, dan berkelanjutan melalui pembangunan manusia yang beriman dan berdaya saing serta menciptakan masyarakat yang harmonis dan inklusif.
“Kami ingin membentuk SDM yang bukan hanya cerdas, tapi juga berakhlak. Bukan hanya produktif, tapi juga harmonis dan saling menghargai dalam keberagaman,” katanya dengan penuh harap.
Puncak acara akan ditandai dengan Tabligh Akbar pada 28 Juni 2025, menghadirkan mubalig nasional dari Jakarta. Lebih dari sekadar ceramah, momen ini diharapkan menjadi refleksi kolektif bagaimana kita sebagai masyarakat bisa turut berhijrah dari pasif menjadi peduli, dari lalai menjadi sadar, dari individualistis menjadi saling menopang.
Festival Muharam 1447 H adalah contoh bagaimana agama, budaya, dan pembangunan bisa bertemu di satu titik yaitu pendidikan nilai. Di tengah zaman yang sering menyamakan kemajuan dengan kecepatan, Pesisir Selatan justru meneguhkan bahwa kemajuan sejati adalah ketika masyarakat tumbuh dengan iman sebagai kompas dan budaya sebagai akar.
Carocok hari ini mungkin hanya satu panggung. Tapi dari panggung itu, semoga menyebar cahaya hijrah ke seluruh penjuru nagari membangun Pesisir Selatan yang tidak hanya elok secara geografis, tapi juga luhur dalam akhlak dan tangguh dalam jati diri.