Pesisir Selatan - Tari Kain merupakan salah satu tari tradisional masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Tari ini termasuk ke dalam tujuh karya budaya dari Pesisir Selatan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2019 lalu.
Penulis sendiri pernah menyaksikan langsung penampilan Tari Kain pada 17 Desember 2021 di Ladang Tari Nan Jombang Dance Company, dalam acara Pusat Kebudayaan Minangkabau ke-17 (PKM-17).
Selain Tari Kain, malam itu juga dipertunjukkan Tari Benten dan Tari Sikambang Manih.
Tari Kain yang ditampilkan berasal dari Sanggar Seni Gubalo Intan Indrapura, dan pertunjukan tersebut disiarkan langsung melalui kerja sama Padang TV serta streaming YouTube PKM dan platform lainnya.
Sebagai jenis tari tradisional langka dari Pesisir Selatan, Tari Kain—seperti halnya Tari Benten—telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional pada tahun 2019 oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (DitWDB).
Tari Kain ini tergolong langka namun tetap hidup dan berkembang di hampir seluruh nagari (desa adat) di Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Dikutip dari bandasapuluah.com, Di Nagari Taluk, Batang Kapas, Tari Kain pernah berjaya pada masa hidup tokohnya, Durus, yang dikenal piawai memainkan instrumen musik adok sebagai pengiring Tari Kain, Tari Nanggombang, dan tari-tari silek lainnya.
Tari Kain juga berkembang di masyarakat subkultur di 10 Nagari Banda Sapuluah, yakni: Batangkapas, Taluk, Taratak, Surantih, Ampiang Parak, Kambang, Lakitan, Palangai, Sungai Tunu, dan Punggasan.
Selain itu, juga ditemukan di wilayah subkultur lainnya seperti Bayang, Tarusan, Salido, Lumpo, Painan, dan Air Duku.
Di Lumpo, Tari Kain secara historis berasal dari gelanggang sasaran pencak silat yang juga berkembang di daerah Bayang, Salido, Tarusan, dan Painan.
Bagi masyarakat Minangkabau, seni tidak hanya menjadi hiburan atau tontonan, tapi juga memiliki fungsi edukatif, bahkan simbolik seperti halnya pakaian.
Maka tidak heran, Tari Kain yang berasal dari gelanggang silat memiliki fungsi simbolik sebagai “pakaian” para pendekar atau pesilat.
Selain itu, Tari Kain juga berperan dalam ritual penting dunia persilatan, yakni sebagai uji akhir sebelum seseorang dinobatkan menjadi pendekar, yang dikenal dengan istilah mamutuih kaji (memutus kaji).
Setelah lolos dari ujian dan dinobatkan anak sasian pendekar, maka dilepas guru silatnya dari sasaran silatnya.
Pendekar tersebut kemudian bisa pergi ke daerah lain atau merantau, dan mendirikan sasaran silat baru yang tetap membawa garis silsilah (sanat) dari gurunya.
Dari sudut pandang generasi muda, Tari Kain kini juga menjadi ajang permainan, pergaulan, serta media komunikasi dan interaksi antar kelompok sosial.
Tari ini biasa dihadirkan dalam alek (pesta) nagari, baik di tengah maupun penghujung malam.
Karena itu, pada masa dahulu, Tari Kain di nagari (kerajaan dan limbago penghulu) dipertunjukan pada acara penyambutan tamu-tamu penting.
Pertunjukan ini memperlihatkan ketangkasan para dubalang penghulu dan hulubalang raja dalam menunjukkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
Dalam pertunjukannya, Tari Kain biasanya ditarikan oleh dua penari yang mengikuti irama dendang dengan iringan musik tradisional adok.
Menurut DitWDB (2019, juga tercatat dalam Wikipedia), Tari Kain memiliki 7 ragam dan 21 jenis gerakan.
Gerakannya itu bermula dari pembukaan, pasambahan depan, pasambahan samping, pasambahan belakang, salam, ambiak langkah, langkah satu, gelek.
Selanjutnya, langkah tarik belakang, langkah tigo, langkah maju, pisawek gantuang, langkah gantuang, langkah mereng,gelek kaduo, kipeh kain, gerak ampun, maagiah umpan, umpan, manjapuik umpan kanan, dan manjapuik umpah kiri, salam penutup.
Legenda Dang Kumbang dalam Tari Kain
Junaidi Chan, pemimpin Sanggar Seni Puti Gubalo Intan, menceritakan sinopsis cerita yang dibawakan dalam Tari Kain yang dikembangkannya.
Tari ini mengisahkan Dubalang Raja Kesultanan Indrapura bernama Dang Kumbang. Ia bertubuh tinggi besar, memiliki ilmu kebal, dan tak satu pun senjata mempan menerkamnya. Ia selalu mengenakan kain panjang yang dililitkan di leher.
Dalam sebuah pesta kerajaan yang berlangsung tujuh hari tujuh malam, semua bentuk kesenian dan silat ditampilkan. Dang Kumbang hadir di sana. Namun ia dihadang dan dikeroyok oleh sekelompok pemuda mabuk. Ia membuka kain panjang di lehernya, dipacahnya (dibukanya) langkah tigo, menari-nari serta berlagu.
Gerakannya Menjambo-jambo (merukuk) seperti orang bertanam padi. Basisurik (surut) seperti orang basiang (bersiang) padi.
Raja dan permaisuri yang menyaksikan dari beranda istana pun terpukau. Permaisuri berkata, “Rancak bana! Indah tarinya dan merdu lagunya.” Saat ditanya oleh raja, Dang Kumbang menjawab, “Permainan.” Lalu ia susun dayang-dayang dan menarikan “Tari Kain”.