Ancaman bencana yang mengintai keselamatan warga bukan saja muncul akibat perbuatan manusia melakukan perambahan hutan dan penebangan kayu secara liar.
Ancaman itu juga bisa timbul akibat aktivitas masyarakat yang memanfaatkan bahan galian C, seperti Pasir dan Batu (sirtu) pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tidak terkendali.
Di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), kondisi itu juga cukup rawan bisa terjadi di Kabupaten Pesisir. Sebab kegiatan penambangan ilegal mengambil galian C itu masih terlihat di beberapa aliran sungai di daerah itu.
Berdasarkan data yang didapatkan penulis, selain memiliki 11 DAS yang bermuara ke laut, Kabupaten Pesisir Selatan juga memiliki 15 aliran sungai-sungai kecil.
Semua aliran sungai itu akan menghasilkan sedimen berupa sirtu yang secara tidak kita sadari berfungsi sebagai penyeimbang dalam mengantisipasi abrasi pantai.
Selama ini kebiasaan masyarakat memanfaatkan bahan galian pada aliran sungai terkesan terabaikan. Sehingga sedimen yang semestinya sampai ke muara sungai sebagai mana mestinya tidak lagi mampu menahan tekanan ombak.
Akibatnya abrasi pantai terjadi dimana-mana terutama sekali pada 11 muara DAS itu.
Perlu juga diketahui bahwa penambahan jumlah penduduk dan pemukiman baru merupakan salah satu persoalan sosial yang tidak bisa dihindari. Karena dengan bertambahnya jumlah penduduk, otomatis tingkat kebutuhan material dalam bentuk sirtu pada pemukiman baru semakin meningkat pula.
Kebutuhan itu hanya tersedia pada DAS yang terdapat pada 15 kecamatan yang ada, baik pada aliran sungai besar maupun kecil.
Karena kebutuhan itu memang hal utama dan tidak bisa dihindari, sehingga untuk mensiasati agar dampak bencana yang ditimbulkan tidak besar, perlu dilakukan penertiban dan pengaturan. Maksudnya kawasan DAS mana saja yang dibolehkan berdasarkan survey dan kajian lingkungan.
Tentunya harus didukung pula dengan kajian teknis dari pihak terkait agar tidak membahayakan bagi keselamatan masyarakat dan lingkungan secara umum,".
Karena dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan Sirtu pada DAS ini begitu besar, sehingga perlu dilakukan penertiban sebagaimana, dan itu juga telah pernah dilakukan Pemkab Pessel pada beberapa DAS di beberapa kecamatan, namun masih setelah penertiban dilakukan, aktifitas kembali berjalan.
Karena besarnya dampak yang akan ditimbulkan, maka sekarang yang perlu ditertibkan bukan saja perilaku oknum masyarakat yang melakukan perambahan dan penebangan kayu di hutan. Tapi juga penertiban atas pemanfaatan Sirtu di Daerah Aliran Sungai, sebab jika ini tidak sejalan, maka apa yang diharapkan tidak akan tercapai.
Begitu pula halnya dalam melakukan pengamanan daerah pinggir pantai yang terkena abrasi, sebab semua itu memiliki keterkaitan yang cukup erat.
Berdasarkan survey yang yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang dulunya melalui Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) kabupaten Pesisir Selatan, ternyata kawasan pantai yang mengalami abrasi rata-rata berada pada muara yang memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tergolong besar.
Daerah Aliran Sungai (DAS) itu rata-rata telah diganggu oleh manusia dengan cara memanfaatkan material yang ada.
Akibatnya sedimen atau endapan material yang semestinya terbawa arus ke muara tidak lagi mampu menahan tekanan ombak, yang akhirnya berujung pada pengikisan bibir pantai yang disebut dengan abrasi.
Karena itu telah terjadi, sehingga dalam mengantisipasinya tidak lagi bisa setengah-setengah, tapi harus secara menyeluruh dengan cara membangun Jetty yang berfungsi sebagai pengaman ombak.
Ini dapat dicontohkan pada kasus abrasi pantai yang dialami oleh masyarakat kampung Pacuan dan Gurun Panjang Nagari Lakitan Selatan kecamatan Lengayang, serta di Kampung Pasar Gompong Nagari Kambang Barat masih di Kecamatan Lengayang pada 2011 lalu.
Di kecamatan itu terdapat dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni Batang Lakitan dan batang Lengayang.
Dua aliran sungai itu material atau sedimen yang terkandung didalamnya dimanfaatkan masyarakat sebagai kebutuhan pembangunan. Akibatnya ancaman abrasi pantainya menjadi cukup kritis. Walau sudah dilakukan penanganan namun di beberapa titik masih perlu diwaspadai.
Perlu juga diketahui bahwa upaya pengamanan itu memang tidak bisa dilakukan secara setengah-tengah, tapi harus secara total agar ada keberimbangan. Begitu pula halnya dalam pengamanan dan penertiban pemanfaatan galian C pada semua DAS.