• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Dinas Perikanan Sediakan Tanah Seluas 20X30 Meter Bangun Pos Pengawas di Pulau Rajo

09 Desember 2019

360 kali dibaca

Dinas Perikanan Sediakan Tanah Seluas 20X30 Meter Bangun Pos Pengawas di Pulau Rajo

Painan - Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat menyiapkan lahan seluas 20X30 meter di Nagari Pulau Rajo, Kecamatan Air Pura sebagai komitmen dalam memperketat pengawasan aktivitas nelayan yang mengoperasikan kapal dengan alat tangkap lampara dasar.

"Sebagai bentuk komitmen kami menyiapkan lahan untuk tempat pembangunan pos pengawasan di Nagari Pulau Rajo, Kecamatan Air Pura," kata Kepala Dinas Perikanan Pesisir Selatan, Andi Syafinal di Painan, Senin (9/12).

Selanjutnya, kata dia, di lahan seluas 20 x 30 meter tersebut akan dibangun pos pengawasan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat.

Setelah selesai, di sana akan ditempatkan personel dari TNI AL, Polairud, PPNS Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat dan pihak terkait lainnya.

Dengan aktifnya pos pengawasan ia meyakini akan meminimalkan penangkapan ikan ilegal menggunakan lampara dasar.

Ia menjelaskan lampara dasar merupakan alat tangkap yang berbentuk persegi empat dan pada bagian tengah agak lebar, terdiri dari sayap dan kantong menggelembung. 

Penggunaannya berpotensi merusak terumbu karang, rumput laut hingga berdampak buruk terhadap perkembangbiakan ikan.

Terkait hal itu, sebelumnya, pihaknya bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat telah mengalokasikan anggaran Rp2,5 miliar guna mengganti 113 alat tangkap tersebut dengan alat tangkap yang direkomendasikan.

Hanya saja ketika akan diserahkan oknum nelayan pemilik lampara dasar menolak penggantian alat tangkap dengan berbagai alasan.

"Padahal sebelum bantuan diserahkan kami telah beberapa kali menggelar pertemuan dengan nelayan, dan kami kecewa dengan keputusan akhir dari mereka," katanya lagi.

Pengoperasian lampara dasar di Pesisir Selatan sudah berlangsung sejak lama, dan sejak beberapa tahun terakhir keberadaannya membuat kisruh antar nelayan. Kekisruhan memuncak pada 2018 karena dua unit kapal yang menggunakan alat tangkap lampara dasar dibakar.